Sabtu, 13 Agustus 2016

Mengatasi Rasa Bosan dalam berproses "PRACTICE MAKES PERFECT"


Masih seperti hari Sabtu pagi yang sudah-sudah, saya dan istri pagi hari Sabtu ini (13-8-2016) juga kembali melatih karate bagi para karyawan dan karyawati. Akan tetapi, karate di sini adalah sebagai jalan / sarana Training "Leadership & Fighting Spirit". Training "Leadership & Fighting Spirit
merupakan hal yang penting bagi para pemimpin maupun calon pemimpin di group perusahaan di mana saya memberikan pelatihan ini.

Happy Hapsari, S.H. sedang latihan melancarkan pukulan dalam beladiri praktis.

Pertanyaannya, mengapa pengalaman memberikan training "Leadership & Fighting Spirit" berbasis karate ini saya tuliskan di blog inspirasi pendidikan kreatif ini ?

Jawabnya adalah : sebagai upaya saya men-"sharing"-kan betapa perlunya PERJUANGAN MENGATASI RASA BOSAN dalam berproses "PRACTICE MAKES PERFECT".

Begini ceritanya....


Happy Hapsari, S.H. sedang latihan menyerang dengan siku tangan dalam beladiri praktis.

Gerakan-gerakan karate untuk bela diri praktis yang dilatihkan di sini secara jelas menunjukkan PROSES KEMAJUAN seseorang dari latihan ke latihan yang diikutinya, baik dalam hal memukul, menendang, dan sebagainya.

Ada yang memang terlihat mempunyai BAKAT yang tinggi, tetapi kalau tidak secara rutin latihan, maka kemajuannya juga tidak secepat yang bakatnya biasa-biasa saja tetapi TEKUN LATIHAN secara rutin.

Ini merupakan HIKMAH yang secara KELIHATAN MATA dapat diambil dalam Training "Leadership & Fighting Spirit" ini.



Mengatasi rasa bosan ketika melakukan gerakan yang sama secara berulang-ulang merupakan salah satu hikmah yang harus didapat dalam Training "Leadership & Fighting Spirit" berbasis karate.

Masih ada hal yang lain lagi....

Latihan secara terus-menerus dengan MELAKUKAN GERAKAN YANG ITU-ITU JUGA dalam upaya memperbaiki gerakan itu sendiri, tidak dipungkiri menimbulkan RASA BOSAN dalam diri peserta. Tetapi ini juga merupakan HIKMAH yang dapat diambil dalam Training "Leadership & Fighting Spirit" berbasis karate ini : bahwa untuk bisa SEMPURNA, maka harus melakukan LATIHAN BERULANG-ULANG ( = "Practice Makes Perfect"). BERJUANG MENGATASI RASA BOSAN itu merupakan materi yang harus dikuasai oleh peserta, kalau dia ingin menjadi PEMIMPIN YANG HANDAL. Sebab, orang yang MUDAH BOSAN ( = MUDAH MENYERAH) tidak akan menjadi pemimpin yang baik, betapapun berbakatnya dia.

Ir. Budi P., Eko Heri P., SE, dan Syahrizal Firdaus, ST secara bergantian berlatih melancarkan pukulan. "Practice makes perfect". Semua harus dilakukan dengan BERPROSES untuk selalu menjadi lebih baik.

Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak pembaca setia blog inspirasi pendidikan kreatif "Holiparent" yang saya hormati....

Semoga "sharing" ini berguna untuk menambah wawasan kita bersama dalam rangka menemani anak-anak kita, supaya kelak ketika memasuki dunia kerja, anak-anak kita sudah siap dengan PERJUANGAN dalam BERPROSES ketika harus menjalani apa yang disebut sebagai "PARCTICE MAKES PERFECT". Di zaman yang SERBA OTOMATIS ini memang anak-anak kita harus bisa melakukan segala sesuatunya dengan SERBA CEPAT dengan menggunakan TEKNOLOGI yang ada. Akan tetapi, jangan sampai hal itu diartikan bahwa anak-anak kita BOLEH MUDAH BOSAN ! Anak-anak harus ditemani untuk bisa MENANG DALAM MENGALAHKAN RASA BOSAN yang muncul di dalam dirinya sendiri.

Selamat menemani anak.

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".



-----oOo-----



Film, foto, dan tulisan oleh Constantinus J. Joseph, Susana Adi Astuti, dan Bernardine Agatha Adi Konstantia.

Constantinus adalah praktisi psikologi industri, praktisi karate, anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), dan anggota Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi (APIO). Susana adalah karyawati perusahaan dan praktisi karate. Agatha adalah murid SMA dan praktisi karate.

Sabtu, 06 Agustus 2016

Menemani Anak : MENINGKATKAN "FIGHTING SPIRIT" LEWAT BELADIRI PRAKTIS


Rini Nur Kusumaningrum, SE sedang latihan menyerang dengan siku kanan


Meningkatkan "fighting spirit" dengan latihan pukulan menggunakan telapak tangan


Eka Islamawati, SE sedang latihan memukul dengan telapak tangan

Peserta sedang latihan beladiri praktis : membenturkan target (simulasi dari kepala lawan) ke lutut

Edisi kali ini relatif menampilkan banyak foto dan film. Ini adalah foto dan film tentang latihan beladiri praktis yang dilakukan pada hari Sabtu tanggal 6 Agustus 2016 untuk sumber daya manusia di sebuah group perusahaan.

* * * * *

Rini Nur Kusumaningrum, SE sedang latihan memukul dengan telapak tangan

Eka Islamawati, SE sedang latihan beladiri praktis : memegang "kepala" lawan (disimulasikan dengan target) kemudian dihantamkan ke lutut


"Fighting spirit" itu tidak datang secara tiba-tiba, tetapi harus melalui proses yang panjang. Disiplin yang tinggi dan latihan secara rutin dan terus-menerus sangat diperlukan untuk melatih diri sendiri supaya memiliki "fighting spirit" yang stabil.


Apa kaitan latihan beladiri praktis ini dengan blog inspirasi pendidikan kreatif ini ?

Begini kaitannya :

Beladiri praktis ini dilakukan selain untuk tujuan melatih kemampuan beladiri (secara praktis) dan olah raga, juga (justru yang terutama) adalah untuk meningkatkan "fighting spirit" yang dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi semangat juang.

Mengapa "fighting spirit" itu perlu ditingkatkan ?

Karena di era persaingan bisnis yang semakin ketat sekarang ini, "spirit untuk bertarung" ini memang dituntut untuk SELALU MENINGKAT. Jadi, meskipun "fighting spirit" dalam diri seseorang tidak menurun, tetapi karena persaingan bisnis semakin meningkat dan menuntut "fighting spirit" yang semakin tinggi, yang terjadi adalah "fighting spirit" orang itu dikatakan sudah tidak fit (tidak memenuhi tuntutan zaman lagi). Sekali lagi, bukan karena "fighting spirit" di dalam diri orang itu yang menurun, tetapi karena tuntutan lingkungan yang semakin meningkat.

* * * * *

Melatih "fighting spirit" dengan simulasi pertarungan jarak dekat

Memang belum sempurna, tetapi "practice make perfect". Latihan secara rutin akan membuat gerakan semakin sempurna, dan itulah makna dari "fighting spirit" : mendisiplinkan diri untuk mewujudkan yang lebih baik 


Dengan adanya gambaran tentang betapa pentingnya "fighting spirit" ini harus tetap dijaga supaya selalu tinggi dan meningkat, diharapkan para Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak dalam menemani anak-anaknya juga selalu memperhatikan dan menanamkan betapa pentingnya "fighting spirit" ini. Karena bagaimanapun, anak nantinya juga akan memasuki dunia kerja, jadi tidak ada salahnya ditanamkan "fighting spirit" yang tinggi sejak sekarang (setidaknya, sejak anak masih kelas 3 atau 4 Sekolah Dasar).

* * * * * 

Latihan beladiri praktis dengan simulasi pertarungan jarak dekat

Barangkali, ada satu pertanyaan yang muncul, "Mengapa untuk meningkatkan 'fighting spirit' harus dilakukan dengan beladiri praktis ?"

Saya menjawab pertanyaan ini sebagai berikut :

PERTAMA,

Karena "fighting spirit" itu tidak bisa ditingkatkan dengan cara hanya diomongkan atau diceritakan saja. Harus ada kegiatan nyata yang melibatkan aspek FISIK dan juga aspek PSIKIS. Dalam hal ini, beladiri praktis berbasis karate memenuhi kriteria untuk keperluan ini.

KEDUA,

Saya bersama istri (dan juga anak) adalah praktisi karate. Jadi, kami bisa menggunakan karate sebagai metode untuk meningkatkan "fighting spirit" ini, yang sangat berguna dalam menjalankan pekerjaan sehari-hari.


* * * * *

Selamat menemani anak.

Selamat menemani anak untuk menanamkan dan meningkatkan "fighting spirit" (bukan dalam arti gemar berkelahi !) yang sangat berguna bagi dirinya kelak ketika memasuki dunia kerja.

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa"

-----oOo-----


Foto, film, dan tulisan oleh Constantinus J. Joseph. Latihan dipimpin oleh Susana Adi Astuti dan Constantinus J. Joseph.

Constantinus, Susana, dan Agatha adalah praktisi karate. Constantinus adalah praktisi karate, praktisi psikologi industri, anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), anggota Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi (APIO).

Susana adalah praktisi karate dan karyawati perusahaan. Agatha adalah praktisi karate dan murid SMA.

Senin, 01 Agustus 2016

Menemani Anak : IJAZAH BUKAN SATU-SATUNYA ANDALAN MEMASUKI DUNIA KERJA




Pagi ini saya "ngobrol" dengan anak saya tentang kurikulum beberapa program studi di berbagai universitas. Anak saya sudah kelas 3 SMA dan sudah mulai memikirkan akan kuliah di mana. Dan, seperti saya dulu, belum mempunyai tujuan yang spesifiik.

"Yang penting, disesuaikan dengan minat dan bakat," kata saya. "Jangan ikut-ikutan teman, sebab jalan hidup masing-masing orang berbeda-beda. Tidak harus kuliah di luar kota juga, kalau di kota sendiri ada tempat kuliah yang sesuai minat dan bakat".

* * * * *

Tadi malam saya juga sudah  bercerita kepada anak saya, bahwa ijazah yang didapat dari tempat kuliah (S-1) bukanlah satu-satunya andalan untuk memasuki dunia kerja (entah sebagai karyawan, entah sebagai wirausahawan).

"Pada saat wawancara seleksi penerimaan karyawan baru, pewawancara akan melihat apakah pelamar ini sudah memiliki pengalaman kerja yang membuatnya bersikap dewasa + percaya diri + tangguh, atau tidak," kata saya. "Jadi, kalau selama kuliah sudah bisa sambil kerja, itu ada gunanya. Gunanya adalah membuat orang menjadi dewasa, karena sudah terbiasa mengatasi masalah".

Bagaimana kalau akan menjadi wirausahawan ?

Tentu saja, kerja sambil kuliah juga akan berguna, karena sudah melatih diri sejak masih kuliah. Memang, kalau bisa, yang dirintis sejak masih kuliah adalah yang nantinya dilanjutkan setelah selesai kuliah.

Kalau nantinya menjadi ilmuwan pun sama : melakukan penelitian kecil-kecilan (tetapi rutin) secara mandiri selama kuliah, yang nantinya menambah "skill" sebagai ilmuwa muda.

* * * * *

Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak pembaca blog inspirasi pendidikan kreatif "Holiparent" yang saya hormat,

Zaman memang sudah berubah, dan ijazah sekarang ini memang tetap perlu, tapi bukan satu-satunya andalan untuk memasuki dunia kerja di masa sekarang (apalagi di masa depan). Tujuan hidup, kecerdasan yang fit dengan bidang pekerjaan tertentu, kepribadian yang fit dengan bidang pekerjaan tertentu, dan pengetahuan praktis + ketrampilan praktis + sikap perilaku yang fit dengan bidang pekerjaan tertentu akan sangat menentukan kelancaran dalam memasuki dunia kerja, selain pendidikan formal itu sendiri.


Selamat menemani anak.

"Meneman Anak = Mencerdaskan Bangsa".

-----oOo-----



Tulisan dan foto oleh Constantinus J. Joseph (praktisi psikologi industri, anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan anggota Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi (APIO)).