Rabu, 25 Mei 2016

Menemani Ibu-Ibu dan Anak-Anak Berlatih Bela Diri


Sejak tahun 1989 saya dan istri berlatih karate, yaitu sejak kami masih berpacaran ketika kuliah di Universitas Diponegoro Semarang. Anak saya sejak tahun 2007 (masih berusia 8 tahun) juga berlatih karate (selain sempat berlatih taekwondo di SMA).

Sejak Agustus 2015, istri, saya, dan anak saya mulai melatih para karyawati dan karyawan : beladiri praktis. Tentu saja, kami tidak menjanjikan kenaikan sabuk, karena waktu latihan yang terbatas.

Foto di atas menunjukkan Sdri. Wina Desiana Wardhani, S.Pt sedang berlatih bersama Sdr. Franes Pradusuara, S.Pt, M.Si dalam kegiatan beladiri praktis yang kami latih.

****"

Sudah lama juga saya tidak menulis di blog inspirasi pendidikan kreatif ini.....

Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak yang selalu menemani anak untuk mencerdaskan bangsa Indonesia....

 Akhir-akhir ini ada banyak kejadian yang diberitakan di berbagai media massa tentang penyerangan kepada para wanita dan anak-anak dalam berbagai bentuk kejahatan. Saya sendiri tidak tega membaca berita seperti itu, sehingga saya hanya membaca judul beritanya saja.

Hal yang penting untuk kita lakukan adalah : melakukan langkah-langkah nyata dimulai dari diri kita sendiri : apakah kita sudah peduli pada lingkungan  kita ?

Apa yang dimaksud dengan peduli pada lingkungan kita ?

Ada dua hal yang praktis (bukan teoritis) yang bisa kita lakukan.

PERTAMA,

Melatih seluruh keluarga (anak - ibu - ayah) berlatih bela diri praktis (bukan untuk tujuan ikut turnamen kejuaraan / pertandingan). Biasanya, kalau mempelajari sesuatu (ilmu memasak, ilmu komputer, ilmu manajemen, dan sebagainya), memang kita ingin agar dapat segera digunakan. Tetapi dalam hal mempelajari bela diri praktis ini tidak : kita justru harus selalu berdoa kepada Tuhan Yang Mahaesa semoga dijauhkan dari masalah supaya kita tidak perlu menggunakan bela diri praktis ini.

KEDUA,

Meluangkan waktu untuk peduli dan menolong orang yang terlihat membutuhkan bantuan di jalan. Tentu saja, kita juga harus selalu siap dan waspada, supaya ketika kita melakukan pertolongan, maka kita benar-benar mampu menolong (bukan malah kita yang akhirnya menjadi korban juga dan memerlukan pertolongan); karena itu memang harus selalu melatih diri dengan belajar bela diri.

*****

Satu atau dua tahun yang lalu, sekitar pukul 20.00 WIB, saya dan istri sedang dalam perjalanan melewati salah satu jalan yang sepi dan gelap. Di kedelapan di pinggir jalan itu, kami mendengar suara seorang wanita menjerit-jerit. Saya bersepakat dengan istri untuk menghentikan mobil yang kami kendarai (kebetulan istri dan saya sama-sama berlatih karate sejak tahun 1990, setidaknya ada bekal beladiri). Saya turun dari mobil (sambil tetap siap dan waspada) dan mendekati suara itu. Ternyata, wanita itu sedang bertengkar dengan seorang laki-laki (saya menduga : kekasihnya). Saya katakan kepada mereka (dengan suara tegas), bahwa tidak baik bertengkar malam-malam di tempat gelap. Saya suruh mereka pergi dari situ (karena mereka ternyata berhenti di jalan itu karena bertengkar ketika berboncengan naik sepeda motor). Akhirnya, mereka menuruti kata-kata saya. Mereka berboncengan naik sepeda motor (saya dan istri mengikuti dengan mobil) sampai mereka berada di jalanan yang terang dan banyak orang.

Mengapa saya dan istri sepakat melakukan hal itu ?

Sebab kami tidak tahu (kalau kami tidak menghentikan mobil dan saya mendatangi wanita yang berteriak-teriak itu), apakah dia sedang terancam dan apakah dia membutuhkan bantuan lebih lanjut.

*****

Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yang Terhormat,

Tentu saja kita harus selalu berdoa, selalu melatih diri, selalu siap dan waspada.

Semoga kita semua selalu dalam berkat dan lindungan Tuhan Yang Mahaesa. Amin.


****"




"Menemani Anak, Mencerdaskan Bangsa"

-----Constantinus J. Joseph, 25 Mei 2016.