Rabu, 30 Januari 2013

MENEMANI ANAK BERSANTAI SAMBIL MEMPERDALAM PENGETAHUAN




Sebenarnya, ada banyak sekali alat peraga Ilmu Pengetahuan Alam yang sudah secara otomatis / alamiah tersedia di sekitar kita. Hanya saja, kita mungkin saja sudah terbiasa membayangkan bahwa alat peraga itu harus berupa alat-alat yang ada seperti di dalam laboratorium yang kita lihat di film atau di televisi. 

Sebenarnya tidak.

Alat peraga itu ada banyak sekali di alam terbuka. Ada banyak sekali di sekitar kehidupan kita sehari-hari. Karena sejak zaman dahulu kala, para filsuf, insinyur, dan ilmuwan alam juga selalu mengamati apa saja yang ada / terjadi di alam, dan kemudian pengamatan yang berulang-ulang itu dicatatnya menjadi buku Ilmu Pengetahuan Alam.

**********

Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,

Tulisan kali ini mengajak kita untuk memanfaatkan apa yang ada di sekitar kita sebagai alat peraga ketika kita sebagai orang tua sedang menemani anak, bahkan ketika sedang bersantai.

Saya di penghujung tahun 2012 yang lalu sedang jalan-jalan di daerah Solo bersama anak dan istri. Ketika sedang sarapan pagi, pandangan kami bertiga tertuju pada kolam ikan yang ada di dekat ruang makan hotel tempat kami menginap. Maka, setelah makan, kami pun bersantai sambil memperhatikan apa saja yang ada di kolam ikan itu. Juga memperhatikan pancuran airnya.

Sambil menikmati pemandangan yang menyejukkan hati itu, kami pun bercakap-cakap dengan anak tentang "air". Bahwa menurut teori, air itu mengalir ke tempat yang lebih rendah (secara alamiahnya). Bahwa Ada perubahan bentuk dari "energi potensial gravitasi" (pada saat air masih di sumber pancuran) yang menjadi "energi bunyi" (pada saat air jatuh ke permukaan kolam ikan). Dan tentu saja masih ada banyak obrolan-obrolan lain sambil pandangan mata tetap menikmati kolam ikan dan pancurannya yang indah.

**********

Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,

Memang menemani anak mempelajari atau lebih memahami sesuatu adalah cenderung sulit kalau hanya membayangkan saja. Tetapi dengan adanya alat peraga alamiah yang ada di depan mata, yang dapat dinikmati dengan hati yang senang, maka proses belajar menjadi lebih mudah dipahami dan mengendap sebagai pengetahuan praktis yang tidak melulu sekedar dihafalkan saja.

**********

Selamat menemani anak.

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa"

-----o0o-----

Foto dan tulisan oleh Constantinus Johanna Joseph.
Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922. Sarjana di bidang Ilmu Alam dan Sarjana di bidang Ilmu Sosial.
      

Jumat, 25 Januari 2013

MEMUPUK CINTA TANAH AIR : RENUNGAN DARI FILM "HABIBIE DAN AINUN"





Tidak biasanya saya nonton film bioskop hanya berdua saja dengan istri saya, karena biasanya anak saya semata wayang pasti ikut serta. Tetapi siang hari itu (kebetulan hari libur nasional), anak saya lebih memilih untuk tinggal di rumah dan mengerjakan tugas dari sekolahnya yaitu membuat karya tulis.

Jadilah, istri dan saya menonton film bioskop berdua saja di salah satu bioskop di Semarang. Judul filmnya "Habibie dan Aiunun".

**********

Sebagai sebuah film, "Habibie dan Aiunun" menurut saya (dari segi Psikologi, karena saya adalah ilmuwan di bidang ini) menghadirkan nilai-nilai positif yang layak untuk direnungkan oleh para orang tua, untuk kemudian dapat diceritakan sebagai nilai luhur yang perlu dimiliki oleh anak. Nilai luhur itu adalah cinta kepada tanah air dengan keahlian yang ada. Jadi, keahlian itu bukan semata-mata atau bukan terutama untuk mendapatkan uang.

**********

Sebagai manusia, Profesor Dr. Ing. B. J. Habibie tentu tidak luput dari kekurangan. Tetapi rasa cintanya kepada tanah airnya, termasuk ketika pemikiran-pemikirannya juga tidak sepenuhnya dapat diterima oleh bangsanya sendiri, tidak membuatnya surut untuk tetap mencintai Indonesia.

Saya pribadi juga merenungkan hal ini : apakah saya sudah mencintai Indonesia dengan menggunakan / membeli barang-barang buatan Indonesia (sepanjang memang sudah ada yang buatan Indonesia) ?

Tokoh Habibie dalam film "Habibie dan Ainun" telah menunjukkan bahwa kita mestinya jangan "berbuat atau tidak berbuat" sekedar karena mencari uang saja, tetapi karena memang kita cinta kepada Indonesia.

**********

Selamat menemani anak.

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa"

-----o0o-----

Tulisan oleh Constantinus Johanna Joseph.

Penulis adalah lulusan Perikanan Universitas Diponegoro (1989-1995) dalam bidang aquaculture engineering. Belajar Hukum dan Psikologi di Universitas Semarang. Bekerja sebagai praktisi psikologi industri dan komunikasi bisnis (2002 - sekarang). Sebelumnya, bekerja di international service / export-import PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dan di export marketing of yarn division PT Polysindo Eka Perkasa Tbk (Texmaco Group). Menjadi salesman buku, agen asuransi, dan guru les matematika & IPA sejak usia 19 tahun (setelah lulus dari SMA Kolese Loyola Semarang, Jurusan Fisika).

Kamis, 24 Januari 2013

WISATA KE MUSEUM RADYA PUSTAKA




Beberapa orang tua yang memiliki anak usia SD bertanya kepada saya, objek wisata apa yang relatif murah dan bagus untuk dikunjungi.

"Muesum," jawab saya.

Ternyata, jawaban saya cukup mengagetkan mereka. 

"Wisata kok ke museum ? Bukankah itu tempat untuk studi wisata murid-murid dengan gurunya di sekolah ?" begitu kira-kira tanggapan dari beberapa orang tua tersebut.

********************



Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,

Sebagaimana sudah pernah saya tuliskan di pertengahan tahun 2012 tentang Museum Ronggowarsito di Kota Semarang, Museum juga merupakan tempat yang baik untuk dijadikan sebagai objek kunjungan wisata para orang tua dengan anak-anaknya.

"Bukankah di museum hanya ada barang-barang kuno ?" tanya salah satu orang tua murid kepada saya.

"Ya. Dan mempelajari barang-barang kuno itu banyak gunanya," jawab saya berusaha meyakinkan. "Karena dengan begitu, kita bisa melihat trend dari kemajuan zaman, termasuk juga nilai-nilai luhur yang menjadi dasar dari kemajuan yang kita alami sekarang ini."

********************

Selamat menemani anak.

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".

-----o0o-----



Minggu, 20 Januari 2013

MENEMANI ANAK : PRAKTIKUM "OUT BOND" SEDERHANA


Di hari Minggu atau di hari Libur, anak dapat diajak untuk membuat praktikum sederhana secara “out bond” alias berkegiatan di alam terbuka.
Tampak pada gambar di atas, Susana Adi Astuti (alumnus Perikanan Universitas Diponegoro tahun 1995) menemani Bernardine Agatha Adi Konstantia (sedang memotret sambil menderngarkan penjelasan) siswi kelas VIII SMP Pangudi Luhur Domenico Savio Semarang.

Prinsipnya, sambil jalan-jalan di hari libur, orang tua dapat memanfaatkan pengetahuan / pengalamannya untuk menemani anak guna menambah pengetahuan / wawasan / pengalaman anak dengan membuat praktikum sederhana.


Kegiatan praktikum sederhana ini dapat dilakukan secara sederhana saja. Anak diajak oleh orang tuanya untuk berhenti dan mengamati apa yang ada di alam sekitar, kalau misalnya praktikum sederhana ini tentang ekologi.

Tampak dalam gambar di atas, Susana Adi Astuti (orang tua) sedang berjongkok sambil bercerita kepada Bernardine Agatha Adi Konstantia (juga berjongkok, memakai jaket warna putih). Bernardine Agatha mendengarkan cerita ibunya sambil memotret apa yang dilihatnya / menarik perhatiannya, sehingga nanti dapat dijadikan sebagai koleksi foto dan bahkan dapat digunakan untuk memperdalam pengetahuannya. Jadi, anak terbiasa belajar dari kenyataan sehari-hari yang ada di lingkungannya, selain membaca teori yang ada di buku-buku pelajaran.


Bagi Susana, kegiatan ini juga merupakan nostalgia tentang kegiatan praktikum Ekologi Laut, Biologi Laut, Mangrove / Bakau, dan Ekologi Ikan yang dulu dijalaninya ketika masih kuliah di Perikanan Universitas Diponegoro 1989-1995. Jadi, sambil bernostalgia pun, orang tua juga dapat menambah wawasan / pengetahuan / pengalaman anak.

Anak dibiasakan untuk belajar dari ke-NYATA-an, bukan semata-mata meng-HAFAL-kan buku pelajaran. Dengan demikian, anak lebih me-MAHAM-i apa yang dituliskan dalam TEORI-TEORI.


Mengamati muara sungai.

Foto di atas dibuat oleh Bernardine Agatha Adi Konstantia sambil mendengarkan uraian dari Susana Adi Astuti (ibunya) dan Constantinus Johanna Joseph (ayahnya).

Praktikum sederhana dengan metode “out bond” alias kegiatan di alam terbuka dengan tema “Ekologi Pantai dan Muara” dalam contoh tulisan ini dapat dilakukan dengan mudah karena ibu dan ayah dari Bernardine Agatha Adi Konstantia adalah lulusan dari Perikanan Universitas Diponegoro Semarang.

Setiap orang tua pada dasarnya dapat menggunakan ilmu ataupun pengalamannya sebagai tema praktikum sederhana dengan metode “out bond” alias kegiatan di alam terbuka bagi anaknya.

Sebagai contoh, apabila ayah dan ibu adalah seorang Sarjana Ekonomi, maka anak dapat diajak melakukan “out bond” praktikum sederhana ke pasa tradisional maupun ke pasar modern. Tentu saja, bukan untuk belanja seperti biasanya, tetapi untuk mendapat cerita dari ayah / ibunya (yang Sarjana Ekonomi) tentang apa definisi pasar, jenis-jenis pasar, tata niaga yang ada di pasar, dan sebagainya. Anak juga dapat sambil memotret apa saja yang dilihatnya di pasar, yang dinilainya perlu difoto untuk memperdalam pemahamannya tentang apa yang diuraikan oleh ayah / ibunya sambil praktikum sederhana dengan metode “out bond” di pasar.

Bakau / Mangrove.

Foto oleh Bernardine Agatha Adi Konstantia.

Sambil mendengarkan uraian dari ibu dan ayahnya tentang definisi bakau / mangrove, kegunaan dari bakau / mangrove, dan sebagainya, Bernardine Agatha Adi Konstantia memotret tanaman bakau / mangrove.

Foto-foto seperti ini selain berguna untuk memperdalam pemahamannya, juga dapat digunakan sebagai ilustrasi tulisan yang dibuat anak. Dengan demikian, secara alamiah anak akan terbiasa membuat tulisan ilmiah berdasarkan apa yang dialaminya dalam kehidupan sehari-hari. Anak akan tumbuh dengan pola pikir ilmiah, bukan semata-mata menjadi “burung beo” yang pandai menirukan (menghafalkan) tetapi tidak memahami dan karena itu tidak dapat mengembangkannya.
Memotret Muara.

Bernardine Agatha Adi Konstantia sedang memotret muara dari atas jembatan.

Memang, untuk melakukan kegiatan praktikum “out bond” seperti ini, ayah dan ibu harus siap mendampingi anak untuk berada di tempat-tempat yang dalam keseharian tidak pernah / jarang dikunjungi manusia dengan berjalan kaki.

Tampak dalam foto di atas, Bernardine Agatha sedang memotret dari atas jembatan yang memang relatif masih aman untuk didatangi manusia, meskipun pada kenyataannya memang jarang sekali manusia berkunjung ke tempat ini (sepi).

Perlu untuk diperhatikan adalah factor keamanan diri pada saat melakukan kegiatan praktikum “out bond” seperti ini. Dalam contoh di atas, yang perlu diperhatikan adalah bahwa jembatan yang dikunjungi relatif aman / tidak rusak sehingga tidak membahayakan keselamatan diri. Selain itu juga karena mengingat tempatnya relatif sepi, maka perlu anitisipasi terhadap pelaku kejahatan. Maka, pakaian yang dikenakan juga harus sederhana / jangan menyolok / jangan memakai banyak perhiasan. Selain itu, untuk berjaga-jaga, ada baiknya jangan berdua saja dengan anak, tetapi setidaknya bertiga atau berombongan ketika mengunjungi tempat praktikum “out bond” yang relatif sepi. Juga, mempersenjatai diri dengan peralatan yang tidak melanggar hukum adalah perlu. Misalnya, jangan membawa pisau / belati (apalagi kalau tidak bisa menggunakannya untuk membela diri); membawa kunci-tambahan stir mobil (terbuat dari besi) atau stang dongkrak mobil (juga terbuat dari besi) adalah lebih masuk akal (asalkan tidak terlalu menyolok, misalnya dengan dimasukkan ke dalam jaket).

Ini semata-mata untuk jaga-jaga saja. Membawa alat komunikasi seperti “handphone” juga perlu, untuk melakukan komunikasi / meminta bantuan saudara apabila memerlukan bantuan secara tidak terduga.
Selamat menemani anak.

“Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa”.

-----o0o-----

Tulisan oleh Constantinus Johanna Joseph.
Foto-foto oleh Bernardine Agatha Adi Konstantia dan Constantinus Johanna Joseph.


Constantinus adalah Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922, Sarjana di bidang Ilmu Alam dan Sarjana di bidang Ilmu Sosial.

Rumah : Jalan Anjasmoro V nomor 24 Semarang.
Telepon : 081 229 255 689.
E-mail : constantinus99@gmail.com


Jumat, 18 Januari 2013

MENIMBULKAN RASA CINTA pada ILMU ALAM


Malam itu kami sekeluarga (anak, istri, dan saya) sedang jalan-jalan ke Toko Buku Gramedia di Jalan Pandanaran, Kota Semarang, ketika kami melihat ada buku dengan judul "Jawaban untuk Pertanyaan Sains" dipajang di salah satu rak buku toko tersebut.

Ditulis oleh William C. Robertson, Ph.D, buku ini memiliki gambar sampul yang cukup "jahil". Dan, justru gambar sampul seperti inilah yang membuat kami semakin tertarik untuk membeli buku ini.

********************

Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,

Seperti halnya pada tulisan-tulisan saya sebelumnya di blog pendidikan kreatif ini, saya memang punya semangat untuk mengajak orang tua menemani anak-anaknya mempelajari secara seimbang, baik Ilmu Alam maupun Ilmu Sosial. Dan kali ini, memang ini adalah buku tentang Ilmu Alam. 

Buku ini memang tepat untuk dijadikan bacaan orang tua (entah dulu waktu SMA maupun kuliah mengambil Jurusan Ilmu Alam atau Ilmu Sosial), juga untuk anak-anak (yang sudah mampu membaca dengan lancar).

Lalu, apa sih "untungnya" membaca buku ini ?

Tidak dapat dipungkiri, bahwa sebagian dari kita (yang saat ini menjadi orang tua) dulu (pada saat sekolah atau kuliah) memiliki "pengalaman yang tidak menyenangkan" dengan guru dan / atau pelajaran Ilmu Alam.

Nah, kalau kita (orang tua) ingin menemani anak untuk "mencintai" Ilmu Alam, tentunya di dalam diri kita sendiri SEKARANG INI harus terlebih dahulu kita tanamkan bahwa kita MEMANG MENCINTAI pelajaran Ilmu Alam (meskipun dulu pada saat kita sekolah dan kuliah kenyataannya TIDAK SUKA). Buku semacam "Jawaban untuk Pertanyaan Sains" seperti ini akan membantu kita untuk MENCINTAI pelajaran Ilmu Alam, karena sudut pandangnya yang praktis : MENJAWAB KEINGINTAHUAN (anak maupun kita) tentang KEJADIAN-KEJADIAN ALAMIAH dalam kehidupan sehari-hari.

********************

Jadi, selamat menemani anak untuk membaca buku-buku yang MENIMBULKAN RASA CINTA pada Ilmu Alam.
 
"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa"

-----o0o-----

Foto dan tulisan oleh Constantinus Johanna Joseph.
Anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922.
Sarjana di bidang Ilmu Alam dan Sarjana di bidang Ilmu Sosial.
Rumah : Jl. Anjasmoro V nomor 24 Semarang.
Telp. : 081 229 255 689.
e-mail : constantinus99@gmail.com

Kamis, 17 Januari 2013

MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA


Saya memang tidak pernah berkomentar tentang RSBI. Tidak berkomentar ketika dulu RSBI sedang jadi primadona. Tidak berkomentar juga ketika sekarang ada putusan Mahkamah Konstitusi bahwa "tidak ada RSBI".

"Sedikit saja, Pak....," pinta seorang ibu kepada saya supaya saya berkomentar tentang RSBI.

"Tidak, Bu. Terima kasih. Saya tidak kompeten berkomentar tentang itu," jawab saya sesantun mungkin.

********************
"Mencerdaskan kehidupan bangsa". Kata-kata itulah yang masih saya ingat. Kebetulan, sewaktu masih di SMA Kolese Loyola Semarang kelas I, saya (dan semua murid lainnya) diberi tugas oleh Guru Pendidikan Moral Pancasila untuk menghafal seluruh Undang-Undang Dasar 1945. Meskipun berat, saya pikir ada gunanya juga. Setidaknya, bagi saya, kata-kata "mencerdaskan kehidupan bangsa" masih menempel di pikiran saya, bahwa untuk itulah Bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.

********************

Dulu, ketika SD, SMP, SMA, bagi saya yang penting adalah "hafal" UUD 1945. Ketika kuliah (di Perikanan Undip waktu itu) saya mulai "merenungkan makna" dari kata-kata yang tertulis pada UUD 1945, terutama kata-kata "mencerdaskan kehidupan bangsa" ini.

Ketika duduk di bangku kuliah Fakultas Hukum, kata-kata "mencerdaskan kehidupan bangsa" ini semakin menarik untuk direnungkan secara lebih mendalam. Apalagi, ketika dosen saya di Fakultas Hukum menyampaikan bahwa negara itu di-ada-kan dengan konsep "Welfare State" alias negara itu di-ada-kan untuk menyejahterakan rakyatnya.

********************

Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,

Itu tadi sekedar mengingatkan, atau barangkali juga menambah (sedikit) wawasan kita bersama bahwa sebagai orang tua yang sekaligus juga merupakan bangsa dan rakyat Indonesia, kita sudah bisa ikut menegakkan apa yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu "mencerdaskan kehidupan bangsa", yaitu dengan cara menemani dan mendidik (setidaknya) anak kita sendiri.

Mungkin anak kita tidak sekolah di RSBI. Mungkin anak kita sekolah dj (eks) RSBI. Tidak masalah. Yang penting justru kita sebagai orang tua selalu setia menemani anak.

********************

Selamat menemani anak.

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa"

-----o0o-----

Tulisan oleh Constantinus Johanna Joseph.
Sarjana di bidang Ilmu Alam dan Sarjana di bidang Ilmu Sosial.
Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922.
Magister Manajemen dan Praktisi Psikologi Industri & Komunikasi Marketing.
Rumah : Jl. Anjasmoro V nomor 24 Semarang.
Telp. : 081 229 255 689.
E-mail : constantinus99@gmail.com

Rabu, 16 Januari 2013

AYO KE KANTOR POS : "SAHABAT PENA"





Di zaman yang serba "SMS dan e-mail" sekarang ini, ternyata "sahabat pena" masih ada juga. Setidaknya, anak saya sampai sekarang masih "berkirim surat ria" memakai surat, amplop, dan perangko dengan sahabat-sahabat pena-nya di luar kota, luar propinsi, dan luar pulau.

********************




Dari segi ke-praktisan, kecepatan, dan harga murah, memang "berkirim surat ria" memakai surat, amplop, dan perangko (atau pakai Pos Tercatat di Kantor Pos) memang kalah praktis, kalah cepat, dan kalah murah dibandingkan SMS atau e-mail.





Tetapi dalam pengamatan dan juga pengalaman saya, ada nilai-nilai positif yang tidak tergantikan dari berkirim surat ria dengan surat, amplop, dan perangko, yaitu :

1. Melatih sekaligus praktek sopan santun dan tata krama berkirim surat. Ada nama kota / kabupaten dan tanggal tempat ditulisnya surat. Ada nama dan alamat yang dituju. Ada salam pembuka. Ada pengantar. Ada isi. Ada penutup. Ada salam penutup. Ada tanda tangan dan nama penulis surat. ANAK BELAJAR UNTUK BERTINDAK RUNUT DAN TIDAK SEKEDAR TO THE POINT SAJA.

2. Ada kesugguhan mulai dari menulis surat, meng-amplop-i, sampai memasang perangko / pergi ke Kantor Pos untuk mengirim surat. ADA KETEKUNAN DALAM PROSES INI, TIDAK ASAL KIRIM SAJA (seperti kalau kirim SMS atau e-mail).

3. Ada KESABARAN dalam menunggu surat jawban. Anak jadi punya pengalaman praktis tentang arti kata MENUNGGU DENGAN SABAR.

********************


Tulisan ini bukan berarti tidak mendukung anak memakai SMS atau e-mail. Tetapi anak memang ada baiknya ditemani untuk "masih menulis surat dengan tulisan tangannya sendiri" dan berkirim surat dengan menggunakan amplop plus perangko karena "ada nilai-nilai positif" yang memang "melekat" pada per-sahabat-pena-an.

Selamat menemani anak

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa"

-----o0o-----

Tulisan oleh Constantinus Johanna Joseph,
Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922.
Sarjana di bidang Ilmu Alam & Ilmu Sosial.
Rumah : Jl. Anjasmork V no. 24 Semarang.
Telp : 081 229 255 689.
E-mail : constantinus99@gmail.com.qq