Selasa, 06 Agustus 2013

Menemani Anak : TEORI ITU PERLU KARENA SEBAGAI DASAR UNTUK "MERAMU & MENGHASILKAN SESUATU YANG BARU" (Tulisan ini merupakan lanjutan dari edisi 5 Ags 2013 yang antara lain mengatakan bahwa TEORI SAJA BELUM CUKUP, karena harus ada FLEKSIBILITAS, KEAHLIAN, dan KEMAMPUAN MEMBANGUN RELASI)



 

"Ini memang tidak ada di teori pada saat masih kuliah dulu. Dasarnya memang teori-teori itu, tetapi sudah dikembangkan, sebagai hasil dari proses yang disebut inovasi di tempat kerja. Hasil dari inovasi itu yang nantinya menjadi teori yang baru. Ini seperti fenomena sepeda motor matic yang pakai automatic transmition. Sepeda motor matic itu disebut hasil inovasi karena tidak ada persnelingnya. Padahal menurut teori yang selama ini sudah ada, sepeda motor itu harus ada persnelingnya. Sepeda motor bebek maupun yang tidak bebek pasti ada persnelingnya. Tetapi ‘kan tadinya sepeda motor bebek itu juga tidak sesuai dengan teori yang sebelumnya sudah ada bahwa sepeda motor itu harus ada koplingnya. Karena dulu semua sepeda motor harus ada koplingnya. Lalu muncullah sepeda motor bebek yang tanpa kopling. Kemudian muncul lagi sepeda motor yang tanpa persneling," kata saya menjawab pertanyaan seorang sarjana psikologi yang baru memulai karirnya sebagai HRD di perusahaan swasta.

Karyawati yang masih berusia 23 tahun dan baru saja diwisuda kurang dari setahun yang lalu itu bertanya kepada saya tentang struktur organisasi tidak biasa yang di-ADA-kan di perusahaan tempat dia bekerja. Dia baru bekerja di perusahaan ini kurang dari enam bulan, sedangkan saya sudah menjadi konsultan untuk perusahaan ini selama lebih dari sebelas tahun. Jadi wajar saja kalau saya bisa menjelaskan apa yang ditanyakannya. Bukan karena saya lebih pandai. Tetapi karena saya lebih dulu berinteraksi dengan perusahaan ini. Lagipula, yang mendisain struktur organisasi yang tidak wajar di perusahaan tempat dia bekerja itu memang saya. Dan disain yang tidak wajar itu / yang tidak sesuai dengan teori itu masih dijalankan sampai sekarang. Dan masih memberikan nilai lebih / keunggulan bersaing (“competitive advantage”) untuk perusahaan itu dibandingkan perusahaan-perusahaan pesaingnya.



"Jadi, teori itu perlu. Saya tidak sependapat dengan orang yang bilang bahwa teori itu tidak perlu. Apa yang dipelajari di fakultas itu perlu," kata saya. "Ketika sudah bekerja, teori-teori itu yang sudah kita pelajari itu masih harus kita ramu sedemikian rupa sehingga bisa diterapkan di perusahaan kita sebagai sesuatu yang UNIK dibandingkan perusahaan lain / perusahaan pesaing. Ini supaya perusahaan tempat kita bekerja memiliki KEUNGGULAN dibandingkan perusahaan-perusahaan pesaing. Dengan demikian perusahaan tempat kita bekerja akan bisa BERTAHAN dalam persaingan dengan perusahaan-perusahaan lainnya".

 

Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,



Dalam kehidupan sehari-hari memang masih saja kita temui orang-orang yang berpendapat bahwa teori-teori yang dipelajari di sekolah / kuliah itu tidak dapat diterapkan dalam pekerjaan sehari-hari. Saya melihat bahwa “apakah yang dipelajari sebagai teori di sekolah / kuliah itu dapat diterapkan dalam pekerjaan sehari-hari atau tidak” tergantung pada individu / orang yang bersangkutan. Kalau seseorang ketika kuliah MENCARI SAMPAI MENDAPATKAN INTISARI dari ilmu yang dipelajari di sekolah / kuliah, maka teori yang dipelajari itu DAPAT DITERAPKAN / DIGUNAKAN untuk memecahkan masalah dalam kehidupan / pekerjaan sehari-hari. Ini karena dia MEMAHAMINYA. Tetapi kalau teori itu hanya DIHAFAL SAJA sebatas kulitnya hanya sekedar untuk mendapatkan nilai baik / bias lulus, maka teori yang dipelajari itu tidak dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan / pekerjaan sehari-hari karena dia TIDAK MEMAHAMI-nya.



Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak Yth.,

Leonardo da Vinci, ilmuwan dan filsuf ilmu alam serta insinyur dan sekaligus pelukis yang terkenal karena lukisan "Monalisa" itu pernah berkata bahwa orang yang bekerja tanpa ilmu sebagai dasarnya, ibarat pelaut yang berlayar menggunakan kapal tanpa kompas. Dia tidak tahu KAPAN & DI MANA AKAN TERDAMPAR. Adalah penting bagi kita untuk menemani anak-anak kita supaya tidak belajar HANYA SEKEDAR MENCARI NILAI yang akan ditulis pada rapor / ijazah, tetapi BELAJAR MEMANG UNTUK MEMAHAMI.


 
Saya pernah bercerita kepada Agatha anak saya pada saat kami sedang berada di kawasan Tugu Muda Semarang. Saya mengatakan kepada Agatha (dia duduk di kelas IX SMP Domenico Savio Semarang pada saat tulisan ini saya buat) bahwa pada awalnya ketika Plato membuat sekolah yang pertama di dunia (yang dinamakan Academia) belum ada ijazah seperti yang sekarang kita punya. Dulu Plato dan para muridnya berkumpul di depan pasar dan menjalankan proses belajar mengajar di sana. Kemudian seiring dengan perkembangan zaman, diperlukan bukti tertulis bahwa seseorang sudah menguasai suatu ilmu sehingga dibuatlah selembar kertas sebagai bukti tertulis yang disebut rapor / ijazah. Jadi, rapor / ijazah itu hanya salah satu cara pembuktian saja bahwa seseorang sudah menguasai suatu ilmu. Pembuktian utamanya adalah penguasaan ilmu itu dalam penerapannya untuk memecahkan masalah dalam kehidupan / pekerjaan sehari-hari. Jangan sampai dibalik seperti ini : bahwa sekolah itu memang tujuannya mendapatkan rapor / ijazah saja, padahal ilmunya tidak dikuasai, sehingga segera setelah lulus maka ilmunya langsung hilang dari ingatan / tidak dapat diterapkan untuk memecahkan masalah kehidupan / pekerjaan sehari-hari.



Selamat menemani anak.

Selamat menemani anak dengan cerita-cerita nyata supaya anak tahu & sadar betapa pentingnya dia belajar teori di sekolah. Bukan semata-mata supaya bisa naik kelas / lulus atau mendapatkan rapor / ijazah. Tetapi supaya dengan menguasai teori-teori itu, dia bisa meramunya dan menghasilkan "sesuatu yang baru" yang dapat digunakannya untuk memecahkan masalah.

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa"



-----o0o-----

Foto dan tulisan oleh Constantinus Johanna Joseph. Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922. Sarjana di bidang Ilmu Alam dan Ilmu Sosial.