Selasa, 21 Agustus 2012

EMOTIONAL INTELLIGENCE : SEJARAH & PENERAPANNYA

Justru karena setiap orang adalah unik ----- tidak ada orang yang sama persis ----- maka diperlukan kemampuan untuk memahami dan menyesuaikan diri dengan orang lain / dengan lingkungan sekitar. Dan ini adalah penerapan dari Emotional Intelligence dalam kehidupan / pekerjaan sehari-hari.

Emotional Intelligence dalam definisi Daniel Goleman mencakup juga memotivasi diri sendiri dan orang lain serta mengembangkan diri sendiri dan orang lain.
Maju dan berkembang dalam kebersamaan, itulah istilah yang saya gunakan ----- sebagai Praktisi Psikologi Industri dan Komunikasi / Marketing ----- dalam praktek kerja sehari-hari di dunia bisnis.

Individu yang pandai (= punya banyak pengetahuan) di tempat kerja tetapi "kepandaiannya tidak ditularkan kepada karyawan lainnya" (= kepandaiannya hanya "disimpan" untuk dirinya sendiri) merupakan individu yang Emotional Intelligence-nya kurang.
Sebaliknya, individu dengan kemauan dan kemampuan yang baik dalam "transfer of knowledge" merupakan individu dengan Emotional Intelligence yang baik.

Sebagai orang tua, kita sudah selayaknya memberikan dukungan kepada anak supaya anak bersikap sosial dengan membantu temannya belajar secara benar, misalnya dengan melakukan belajar kelompok.
Di zaman sekarang ini, belajar kelompok ternyata sudah dipraktekkan oleh anak-anak SMP secara virtual dengan menggunakan Group BB (BlackBerry).
Saya pribadi melihat hal ini wajar-wajar saja, sepanjang di bawah pengawasan orang tua (bahwa memang digunakan untuk belajar bersama pada saat jam belajar di rumah),
sepanjang tidak dibawa ke sekolah (kalau memang membawa HP / BB memang masih dilarang),
dan sepanjang bahwa anak tidak memaksa orang tuanya harus dibelikan HP / BB
(kalau orang tuanya tidak bisa membelikan HP / BB, ya bikin kelompok belajar "non maya" saja).


----------

Banyak Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak yang mengajukan pertanyaan tentang asal-usul Emotional Intelligence, setelah saya men-sharing-kan pengalaman praktis mengenai Emotional Intelligence terkait dengan kesuksesan di tempat kerja dan juga dalam pergaulan sosial.

Menanggapi hal itu, kali ini akan diceritakan tentang asal-muasal munculnya istilah Emotional Intelligence.

----------

Istilah Emotional Intelligence menjadi populer setelah pada tahun 1990 dua orang psikolog ----- Peter Salovey dan John Meyer ----- menggunakan istilah ini untuk menjelaskan tentang kemampuan untuk mengenali dan menghadapi perasaan sendiri dan perasaan orang lain.

Setelah itu, seorang psikolog lainnya yang bernama Daniel Goleman mengemukakan pendapat bahwa Emotional Intelligence ----- yang diperluas sehingga juga mencakup optimisme, kecermatan, motivasi, empati, dan kompetensi sosial ----- "bisa jadi" lebih penting daripada IQ dalam menentukan "kesuksesan di tempat kerja".

Catatan dari penulis : kata "bisa jadi" sengaja diberi tanda kutip untuk memberikan penekanan bahwa hal ini masih bersifat kemungkinan, bukan sesuatu yang pasti / mutlak. Kata "kesuksesan di tempat kerja" sengaja ditulis di antara tanda kutip untuk memberikan penegasan bahwa ini memang difokuskan di dunia kerja. Di dunia pendidikan, di mana aspek kognitif lebih besar peranannya, maka IQ masih tetap lebih relevan untuk memprediksi tingkat kesuksesan belajar seseorang.

----------

Semakin erat kaitan suatu pekerjaan dengan ke-manusia-an (= melayani / berhubungan dengan manusia), semakin besar relevansi Emotional Intelligence sebagai prediktor tingkat kesuksesan kerja. Orang yang bekerja di bidang marketing atau customer service atau public relation sejatinya "sangat berhubungan erat" dengan ke-manusia-an orang lain.

Dalam bidang pekerjaan ini, Emotional Intelligence yang tinggi akan membuat seseorang dapat bekerja baik dalam timnya, dapat menyadari dan merespon tengan tepat "perasaannya sendiri dan perasaan orang lain",  juga untuk memotivasi dirinya sendiri serta orang lain.

Ini akan membuat karyawan itu sebagai orang yang "handal sebagai team player" serta "tetap tangguh / dapat mengendalikan diri pada saat bekerja di bawah tekanan".

----------

Kembali kepada Daniel Goleman yang sudah mengembangkan cakupan tentang Emotional Intelligence atas batasan awal (tahun 1990) yang diberikan oleh Peter Salovey dan John Meyer.

Menurut Daniel Goleman, Emotional Intelligence dapat diuraikan menjadi beberapa kompetensi dalam kaitannya dengan keperluan praktis di tempat kerja, yaitu :
  •  Kesadaran diri. Meliputi kesadaran diri emosional, penilaian diri yang akurat, keyakinan diri.
  • Manajemen diri. Meliputi : kontrol diri, kejujuran, kecermatan, kemampuan menyesuaikan dengan orang lain / lingkungan, dorongan mencapai prestasi, inisiatif.
  • Kesadaran sosial. Meliputi : empati, memperhatikan / mengutamakan pelayanan, memiliki kesadaran / perhatian pada organisasi.
  •  Manajemen relasi. Meliputi : mengembangkan orang lain, memberikan pengaruh, komunikasi, manajemen konflik, kepemimpinan, agen percepatan perubahan, membangun relasi, kerja sama tim, berkolaborasi denga pihak lain.

----------

Nah, didasari kesadaran bahwa saat ini anak kita masih sekolah, dan pada saatnya nanti akan memasuki dunia kerja sebagai orang dewasa, ada baiknya kita sebagai orang tua selalu menemani dan memberikan perhatian kepada anak kita, baik tentang IQ maupun EI-nya.

Dengan demikian anak dapat menyelesaikan pendidikan sekolah dengan baik ----- setidaknya, memenuhi standar-standar yang harus dipenuhi; bukan berarti harus jadi jenius ---- dan pada saat memasuki dunia kerja juga dapat menjadi sumber daya manusia yang baik ---- untuk dirinya sendiri, keluarga, dan lingkungan kerjanya ----- sesuai norma-norma yang berlaku pada umumnya di masyarakat / di dunia kerja.

Haruslah diupayakan oleh kita selaku orang tua : jangan sampai anak hanya pandai ketika masih bersekolah, tetapi pada saat memasuki dunia kerja menjadi frustrasi karena tidak bisa diterima & tidak menerima lingkungan kerjanya karena Emotional Intelligence-nya kurang.

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa"

-----o0o-----

Foto dan tulisan oleh Constantinus Johanna Joseph. Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922. Sarjana di bidang Ilmu Alam dan Sarjana di bidang Ilmu Sosial. Magister Manajemen di bidang Marketing, Praktisi Psikologi Industri, dan Praktisi Perbankan (Komisaris Independen).