Minggu, 01 Juli 2012

MENEMANI ANAK MEMBACA NOVEL "DARI MASA KE MASA"


Bagi Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak yang sekarang berusia 40 - 50 tahunan, novel anak-anak serial "Lima Sekawan" seperti pada gambar di atas tentunya tidak asing lagi. Tentu saja, dulu gambar sampulnya belum berwarna seperti ini. Dulu masih sederhana. Meskipun begitu, dulu ada film serinya juga. Setiap sore diputar di televisi "TVRI". Satu-satunya televisi ketika itu. 

Sekarang, novel "Lima Sekawan" ini dicetak lagi. Dengan penampilan baru. Tetapi isinya sama. Yang tampak dalam foto di atas berjudul "Di Pulau Seram".

--------------------

Di musim liburan seperti ini, ada baiknya juga anak "belajar" membaca novel. Tidak hanya membaca komik (bergambar) melulu.

Waktu masih kecil (usia SD), saya sangat suka membaca "Lima Sekawan". Membaca novel membuat saya bebas membayangkan kejadian sesuka saya. (Makanya, waktu film serinya muncul di televisi, saya agak kecewa. Kok tidak sama persis dengan bayangan saya. He...he...he...)

--------------------

Menemani anak "belajar" membaca novel (bukan komik bergambar) mumpung masa liburan memang ada gunanya. 

Pertama, mumpung liburan, bisa membaca novel tanpa mengganggu jadwal belajar. (Namanya juga liburan, belaajarnya boleh dikurangi dong....)

Kedua, "belajar" membaca novel membuat anak jadi lebih suka "membaca tulisan yang banyak", bukan hanya "membaca tulisan yang sedikit" seperti halnya ketika membaca komik bergambar. Kebiasaan "membaca tulisan yang banyak" ini nantinya bermanfaat ketika sudah kuliah / bekerja harus terbiasa membaca banyak tulisan tanpa gambar (materi kuliah, buku-buku pengetahuan terbaru, dan sebagainya). Ini juga berdasarkan pengalaman saya pribadi. Semoga Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak juga mengalaminya. (NB : Saya juga doyan baca komik bergambar. Tetapi jangan diartikan bahwa saya tidak doyan baca buku yang sedikit / tidak ada gambarnya. Dan ini memang perlu "latihan" sejak masih SD).

Ketiga, dengan membaca novel yang sedikit / tidak ada gambarnya, maka "daya khayal" anak menjadi lebih berkembang. Anak jadi bebas membayangkan tokoh-tokoh yang dituliskan dalam novel "tanpa gambar / hanya ada sedikit gambar". Akibatnya, anak akan memiliki daya imajinasi yang "lebih bebas" dibandingkan kalau membaca komik bergambar (yang gambarnya sudah dicetak di buku komik bergambar). Pengalaman saya juga, saya jadi lebih mudah "mendisain" gambar-gambar (meski saya tidak jago menggambar), termasuk memotret dengan hasil yang "enak dilihat" (karena sudah terbiasa membayangkan hal yang enak dilihat pada saat membaca novel ketik SD dulu. Terbiasa bebas membayangkan, bebas "mengkreasikan" gambar).

--------------------

Tentu saja, anak zaman sekarang tidak 100% sama dengan zaman kita masih kanak-kanak (masih SD). 

Kalau anak kebetulan tertarik membaca novel "Lima Sekawan", ya oke-oke saja. Tetapi jangan dipaksa. 



Sebab zaman sekarang, memang ada novel-novel baru. "Lovasket", misalnya. Lebih dinamis dan sesuai dengan masa kini, tentu. Cetakan kesembilan-nya terbit bulan Maret 2012. Terbit pertama tahun 2007. Jadi, ini memang novel remaja milenium.

Bandingkan dengan "Lima Sekawan" dengan judul "Di Pulau Seram" yang cetakan keempatbelas-nya terbit April 2012. Tapi terbit pertama tahun 1962. Ini novel anak zaman dulu....

--------------------

Jadi, memang novel-novel tahun 1960-an seperti "Lima Sekawan" memang masih juga dicetak ulang di tahun 2012. Artinya, ini novel yang baik. Setidaknya, novel yang laris manis.

Di lain pihak, ada juga novel-novel tahun 200an seperti "Lovasket" dan masih banyak lagi. Ini juga baik. Setidaknya, sesuai dengan perkembangan zaman sekarang.

Ini semua adalah novel-novel anak dan remaja "dari masa ke masa". Tetapi semuaanya baik. Setidaknya, membuat anak terlatih membaca buku yang banyak tulisannya, dan bukan siap mental kalau baca komik bergambar saja. Juga, bikin anak punya daya khayal yang lebih luas, lebih kreatif, karena tidak dibatasi oleh gambar-gambar yang terlalu banyak.

--------------------

Selamat menemani anak.
Selamat menemani anak membaca novel "dari masa ke masa".
Sambil bernostalgia, juga sambil "menyelami" dunia novel anak / remaja masa kini.

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".

-----o0o-----

  • Foto dan tulisan oleh Constantinus. Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 09-12D-0922. Penulis di media massa dan blogger.