Kamis, 28 Juni 2012

MENEMANI ANAK MEMBELI BUKU...MUMPUNG "DISKON BESAR"...


Memasuki masa liburan sekolah, beberapa toko buku mulai mengadakan acara khusus berupa "pasar murah" per-buku-an. Misalnya, Toko Buku Gramedia di Jalan Pandanaran Kota Semarang. (Maaf, ini bukan promosi. Sekedar memberikan contoh nyata saja).

Di kegiatan seperti ini, ada buku-buku yang di-diskon sampai 70%. Apakah itu buku baru ? Saya susah menjawabnya. Karena bagi saya pribadi, selama buku itu belum pernah saya baca (meskipun sudah diterbitkan 5 tahun lalu), namanya tetap saja buku baru. Setidaknya, bagi saya.

--------------------

Waktu saya mengunjungi Gramedia Pandanaran Semarang tanggal 28 Juni 2012, "pasar murah" per-buku-an ini baru memasuki hari ke-2. Sehari sebelumnya, saya juga sudah mengunjungi "pasar murah" per-buku-an ini. (Saya mengunjunginya bersama anak dan istri). Ada banyak orang yang menyempatkan diri berkunjung ke "pasar murah" per-buku-an ini : para ibu dan bapak bersama anaknya (seperti saya sekeluarga), para karyawati yang masih memakai baju seragam kantor (belum pulang rumah, langsung ke toko buku, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 20.30 WIB), dan tentu saja para muda dan mudi yang berpacaran sambil melihat-lihat buku.

Jadi, suasana toko buku memang jadi lebih meriah. Apalagi, pakai pasang tenda segala. Di area parkir mobil di depan toko. Rasanya seperti pergi ke pesta, bukan ke toko buku.

Mungkin, itu sebabnya banyak orang yang berkunjung. Selain diskon yang relatif sangat besar (sampai 70%), juga suasana area parkir mobil di depan toko yang disulap jadi seperti tempat resepsi pernikahan yang mewah. Luar biasa !

--------------------

Saya hanya menceritakan bahwa sudah ada banyak orang yang berkunjung ke "pasar murah" per-buku-an ini. 
Lagi pula, buku-buku dengan harga diskon besar-besaran ini bisa dijadikan alat untuk mendongeng / menemani anak selama libur sekolah.

Jadi, ada baiknya segera ke "pasar murah" per-buku-an seperti ini. Menemani anak memilih-milih buku yang disukai. Buku bacaan hiburan, boleh. Buku pelajaran, boleh. Buku tulis dan alat tulis, juga boleh.

Selamat menemani anak.

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".

-----o0o-----

  • Foto dan tulisan oleh Constantinus. Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12D-0922.  





Rabu, 27 Juni 2012

BELAJAR "TERBALIK" : DARI "MAINAN" KE KE-ILMU-AN




Hiasan meja atau "mainan" tampaknya sederhana. Tetapi justru menarik perhatian anak. Dan, ini juga bisa dijadikan alat untuk orang tua dalam menemani anaknya belajar "ilmu alam" secara menarik. Anak saya "menemukan" barang ini ketika sedang diajak ibunya ke sebuah toko di Kota Semarang pada suatu siang. (Karena tertarik, anak saya kemudian mengajak saya untuk mengunjungi toko itu lagi malam harinya, dan membeli "mainan" ini).

Yang saya maksud "secara menarik" itu begini. Biasanya, anak belajar "ilmu alam" mulai dari buku / dari teori, kemudian baru praktikum. Nah, hiasan meja atau "mainan" seperti ini adalah "sebaliknya". Anak ditemani orang tua memperhatikan dan "menikmati" gejala-gejala alam yang ditampilkan "mainan" ini, kemudian baru membahas teori "ilmu alam"-nya. Jadi, memang "dibalik" cara belajarnya. 

Tetapi, sejarah menunjukkan bahwa memang demikianlah "cara belajar ilmu alam" yang alamiah. Dengan melakukan "pengamatan", kemudian baru "memikirkan" teorinya.

--------------------

Saya tidak tahu apa nama hiasan meja atau "mainan" ini. 

"Mainan" ini terbuat dari tabung plastik transparan. Di dalamnya ada cairan. Cairannya ada dua warna. Kalau tabung ini "dibalik", maka "cairan yang di atas" akan menetes ke bawah, lewat pipa kecil sebelah kanan yang ada di dalam tabung itu. Permukaan atas pipa kecil itu berbentuk corong. 

Dan, pada saat yang bersamaan, akan ada "cairan yang di bawah" yang "menetes ke atas" (aneh, ya ?), juga lewat pipa kecil sebelah kiri yang ada di dalam tabung itu. Permukaan bawah pipa kecil itu benbentuk corong juga.

--------------------

"Kenapa airnya bisa menetes dari atas ke bawah ?" tanya anak saya.

"Karena cairan itu berbeda berat jenisnya, " jawab saya. "Kalau cairan yang berat jenisnya besar berada di atas cairan yang berat jenisnya kecil, maka cairan yang berat jenisnya besar akan 'berusaha' turun sedangkan cairan yang berat jenisnya kecil akan 'terdesak' naik".

Anak saya menyimak penjelasan saya, sambil memperhatikan "mainan" hiasan meja itu. 

"Kenapa ada pipa berbentuk corong ?" tanyanya lagi.

Saya cukup kaget dengan pertanyaan ini. Sambil bernostalgia mengingat materi kuliah di awal tahun 1990-an di bidang Aquaculture Engineering, saya menjelaskan secara sederhana kepada anak saya.

"Pipa sebelah kanan yang bagian atasnya berbentuk seperti corong, berguna untuk 'mengumpulkan' cairan yang berat jenisnya besar yang ketika itu ada di atas. Setelah 'terkumpul cukup banyak' yaitu seluruh permukaan corong itu penuh terisi cairan yang berat jenisnya besar, maka ini akan jadi 'satu kelompok cairan' yang turun, berbetuk tetesan 'gelembung', " kata saya. 

Masih sambil mengamati pipa-pipa berbentuk corong itu, anak saya bertanya lagi, "Kenapa pipa yang sebelah kiri bentuknya seperti corong terbalik ?"

Saya menjawab, "Iya. Pipa yang sebelah kiri berbentuk terbalik (yang lebar ada di sebelah bawah) adalah untuk 'menampung' cairan yang sedang ada di bawah (yang berat jenisnya kecil) untuk membentuk 'satu kelompok' kemudian naik membantuk gelembung di atas. Ini terjadi karena mereka terdesak oleh gelembung cairan yang berat jenisnya besar yang sedang turun ke bawah, sehingga cairan yang berat jenisnya kecil yang sedang berada di bawah ini melarikan diri ke atas".

--------------------

Anak saya semakin asyik mengamati "mainan" ini. 

Saya juga.

Dan akhirnya, karena permintaan anak, saya membeli "mainan" ini. 

Harganya Rp 40.000,-. Bisa untuk "menenangkan pikiran" ketika memandangi gelembung-gelembung yang turun maupun naik. Bisa juga untuk menemani anak belajar tentang mekanika fluida (fisika tentang gerakan zat cair), yang mana anak sendiri yang sejak mula pertama sudah tertarik dengan hal ini.

--------------------

Selamat menemani anak.
Selamat menemani anak untuk belajar hal-hal ilmiah dimulai dari benda-benda / mainan yang ada di sekitar kita, baru kemudian anak "diceritain" teorinya.

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".

-----o0o-----

  • Foto dan tulisan oleh Constantinus. Sarjana Akuakultur - Perikanan Undip dan Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12C-0922.   

     








Senin, 25 Juni 2012

JANGAN MARAH KALAU DI-TIRU-KAN ANAK

Setiap kali tulisan saya dimuat di media massa (koran atau majalah), anak saya selalu ikut membaca dengan seksama. Bukan hanya isi tulisan itu, tetapi juga gaya penulisannya. Dan sebagai hasilnya, anak saya juga suka menulis, suka mengirimkan tulisannya (di majalah sekolahnya), dan berkali-kali dapat honorarium dari tulisan-tulisannya yang dimuat.
Anak meniru orang tuanya !

Anak meniru apa yang dilakukan orang tuanya. Apalagi kalau orang tua itu menjadi idola bagi anak. Maka, orang tua harus berhati-hati dalam berbicara, bersikap, berperilaku, karena itu semua akan ditiru oleh anak.

Saya tidak bermaksud melarang semua orang di dunia ini merokok. Saya hanya menceritakan pengalaman saya pribadi. 

Dulu, saya seorang perokok. Ketika SMA saya merokok. Apalagi, SMA saya (saat itu) mengijinkan siswa merokok di sekolah, asalkan tidak pada saat jam pelajaran sekolah (termasuk dilarang merokok ketika jam istirahat). Jadi, pada saat pulang sekolah, saya langsung menyalakan rokok (meskipun masih di lingkungan sekolah). Juga pada saat kegiatan sore di sekolah, saya biasa merokok, karena memang tidak dilarang. (Saya waktu itu sekolah di SMA Kolese Loyola Semarang tahun 1986-1989. Sekolah ini juga mengijinkan murid putra berambut gondrong, dan sekolah pakai kaos plus celana jeans dan sepatu sandal. Seragam sekolah hanya dipakai di hari Senin dan setiap tanggal 17 saja. Tapi sekarang peraturannya mungkin sudah berubah).

Beruntung, setelah lulus dari Jurusan Fisika di SMA Kolese Loyola Semarang, saya kuliah di Jurusan Perikanan Universitas Diponegoro. Banyak praktikum di laut (di Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai - LPWP - di Pantai Kartini Jepara). Namanya juga mahasiswa Perikanan, pada saat praktikum di atas kapal, rokok menjadi teman setia. Apalagi "kumpulnya" dengan para nelayan yang rata-rata perokok berat.

Setelah lulus, saya beruntung lagi. Saya diterima bekerja di PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Orang menyebutnya Bank BNI 1946. Saya beruntung sekali bekerja di Departemen Luar Negeri dan Ekspor-Impor. Rekan senior saya waktu itu namanya Bang Nasti Effendi. Beliau seorang perokok berat. Atasan kami namanya Pak Budi Hartono. Beliau juga seorang perokok berat. Waktu itu, sambil bekerja di ruangan ataupun melayani nasabah, karyawan bank masih boleh merokok (tahun 1995-an). Saya yakin sekarang sudah tidak boleh lagi. Zaman sudah berubah. Ruangan sudah serba AC. Dan nasabah pasti akan komplain kalau dilayani oleh petugas bank sambil merokok.

--------------------

Jadi, saya memang seorang perokok. Dan saya beruntung selalu dapat tempat sekolah, kuliah, kerja yang mendukung kegemaran merokok saya.

Sampailah saya punya anak. Saat itu istri saya bilang ke saya, bahwa asap rokok tidak baik untuk anak. Maka, saya mulai tidak merokok ketika sedang di rumah.

Lalu, anak saya beranjak besar. Apapun yang saya lakukan, ditirunya. Misalnya, saya memang gemar menulis dengan mesin ketik (manual) atau dengan komputer (karena saya memang seorang penulis). Anak saya juga ikut mengetik di sebelah saya. (Kebetulan kami punya dua mesin ketik manual dan dua notebook).

Jadi, anak saya menirukan apa saja yang saya lakukan. Juga gaya saya yang selalu memakai topi. Saya suka bergaya nyentrik ala seniman, anak saya juga.



Saya biasa memakai topi (gambar atas). 
Anak saya juga jadi biasa memakai topi (gambar bawah)

 
Nah, saya jadi merenung. Kalau saya merokok, bagaimana kalau anak saya ikut-ikutan merokok ?  Karena, saya memang berharap anak saya tidak merokok. (Saya tidak mengatakan bahwa merokok itu tidak baik. Saya hanya ingin anak saya tidak merokok saja. Titik).

Tentu saja, saya bisa saja tetap merokok sambil berkata kepada anak saya bahwa "merokok itu untuk laki-laki. Karena kamu perempuan, maka kamu jangan merokok". Tetapi saya yakin, anak saya tidak akan dapat menerima alasan ini. Sebab alasan seperti itu (buat saya sendiri pun) memang tidak masuk akal.

Maka, daripada pusing, saya berhenti saja merokok. Habis perkara. (NB : Saya tetap menghormati orang yang merokok. Banyak teman saya yang perokok. Dan saya tidak pernah menganjurkan mereka untuk berhenti merokok. Menganjurkan untuk terus merokok juga tidak. Saya netral saja).

--------------------

Sharing yang disampaikan dalam tulisan kali ini adalah anak itu meniru orang tuanya. Maka orang tuanya harus melakukan hal-hal yang dikehendaki oleh orang tua supaya dilakukan oleh anaknya.

Bukan hanya merokok. Menonton televisi juga. Kalau orang tua menghendaki supaya anaknya tidak banyak menonton sinetron di televisi, maka orang tuanya harus melakukan hal itu terlebih dahulu. Sehingga kalau anaknya tetap menonton sinetron televisi (misalnya), orang tua dapat menegur anak dan anak melihat bahwa orang tua memang konsisten dengan apa yang dikatakannya. 

-------------------- 
Saya tidak pernah mengarahkan apalagi menyuruh anak saya menjadi MC (Master of Ceremony). Tetapi dalam suatu acara pentas di sekolahnya (SD PL Bernardus Semarang waktu itu), anak saya menjadi MC bersama dengan teman-teman sekolahnya selama lebih dari 4 jam non stop (lengkap dengan topi yang menjadi ciri khasnya).

Bisa jadi, hal ini terjadi karena saya biasa mengajak anak saya ke tempat training pada saya memberikan training di hotel-hotel untuk berbagai perusahaan. Dari pengalaman-pengalaman itu, dalam diri anak timbul rasa percaya diri dan juga keinginan untuk bisa tampil di depan banyak orang ( = menjadi MC). 

Sekali lagi, anak menirukan orang tuanya.

Kalau orang tua bilang "anak saya pemalu", orang tua harus merenungkan dirinya sendiri "apakah saya bukan pemalu" ? 

Yohan (berkaos hitam, di kiri), Agatha (anak saya, berjas merah, di tengah), dan Tobi (di sebelah kanan, berbaju merah) sedang menjadi MC di salah satu kegiatan SD PL Bernardus Semarang. Mereka bertiga berani tampil seperti ini tentunya setelah melalui suatu proses. Dan orang tua sangat besar peranannya ( = menjadi contoh) dalam memupuk rasa percaya diri anak untuk tampil di panggung seperti ini.

--------------------

Belajar dari pengalaman tersebut di atas, kita sebagai orang tua sudah saatnya mengintrospeksi diri. Kalau anak kita bicaranya kasar, apakah kita sebagai orang tua bicaranya sudah lemah lembut ? Kalau anak kita kurang sopan, apakah kita sebagai orang tuanya sudah santun dalam kehidupan sehari-hari ? Kalau anak kita kurang rajin, apakah kita sebagai orang tuanya memang sudah memberikan contoh sebagai orang yang rajin ?

Dari berbagai diskusi saya dengan banyak orang tua dan guru-guru di berbagai sekolah, anak seringkali mengalami kebingungan karena apa yang diajarkan oleh guru-gurunya di sekolah ternyata bertentangan dengan apa yang dilakukan (= dicontohkan) orang tuanya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal seperti ini, terbukti bahwa contoh dari orang tua ternyata lebih kuat pengaruhnya untuk ditiru oleh anak-anak. Misalnya, guru di sekolah mengajarkan untuk berbicara dengan santun, sedangkan orang tua ternyata biasa bicara keras-keras bahkan sambil membentak, maka anak akan ikut bicara keras dan membentak.

--------------------

Selamat menemani anak.
Selamat menjadi contoh (yang baik) bagi anak.
"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".


-----o0o-----

  • Foto dan tulisan oleh Constantinus, kecuali foto Constantinus oleh B. Agatha Adi K.
  • Constantinus adalah Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12C-0922.      








Minggu, 24 Juni 2012

BIDIK FOTO SMP PL DOMENICO SAVIO : Contoh Ajang Kreativitas Setelah Ujian Kenaikan Kelas

Gambar atas : Foto dengan judul "DI UJUNG PENANTIAN" 
karya B. Agatha Adi K. (wakil dari kelas 7i) 
yang menjadi Juara II dalam kegiatan "Bidik Foto" 
SMP PL Domenico Savio Semarang,  22 Juni 2012.

Gambar bawah : Foto-foto lain yang menjadi juara 
dalam kegiatan "Bidik Foto" SMP PL Domenico Savio Semarang,
22 Juni 2012.








-----------------------------------------------
Foto-foto ilustrasi oleh B. Agatha Adi K. 
(kelas 7i SMP Pangudi Luhur Domenico Savio Semarang, 
mantan Pemimpin Redaksi Majalah "Gemati" 
SD PL Bernardus Semarang)

Tulisan oleh Constantinus (Ilmuwan Psikologi anggota 
Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12C-0922)
-------------------------------------------------------------------------

Setelah menjalani ujian kenaikan kelas pada bulan Juni 2012, siswa-siswi kelas VII dan VIII SMP Pangudi Luhur Domenico Savio Semarang memasuki "masa jeda". 

"Masa jeda" adalah hari-hari di mana sambil menunggu pembagian rapor kenaikan kelas, para siswa dan siswi melakukan berbagai pertandingan kreativitas dan sportivitas. Ada pertandingan bola basket, volley, dan badminton. Ada lomba senam, baca puisi, paduan suara. Ada juga lomba "bidik foto".

"Bidik foto" adalah lomba fotografi yang diikuti oleh siswa-siswi perwakilan masing-masing kelas. Objek yang difoto meliputi semua kegiatan selama "masa jeda". Syaratnya, foto harus apa adanya, tidak di-edit / tidak di-crop.

------------------

Antusiasme siswa-siswi dalam mengikuti lomba "bidik foto" cukup besar. Dan hasilnya pun bagus-bagus. Dari sekian banyak foto yang diserahkan ke panitia, dipilih 6 (enam) foto terbaik seperti terlihat pada gambar di atas.

Untuk ukuran anak SMP, tentu saja hasil jepretan kamera tersebut sangat membanggakan. 

Jelas, ini merupakan salah satu contoh kegiatan yang memberikan kesempatan siswa-siswi untuk berkreasi lewat karya seni fotografi.

--------------------

  

Bagi kelas yang memenangkan lomba, diberi hadiah satu doos besar.  Hadiahnya apa, ya ?

 


Hadiahnya adalah aneka macam makanan ringan ! 

Untuk siswa-siswi SMP, hadiah ini tentu sangat mengasyikkan, karena bisa dimakan beramai-ramai bersama teman sekelas. 

Lagi pula, rasanya tentu lebih nikmat karena didapatkan dari prestasi kelas dalam memenangkan lomba dengan kelas lain !


Selain itu, juga dipasang di majalah dinding sekolah beraneka macam hasil karya siswa-siswi kelas 7 dan 8 yang dinilai oleh guru yang bersangkutan memang layak untuk dipamerkan / dijadikan contoh bagi siswa-siswi lain. 

Pameran seperti ini akan membuat siswa yang karyanya dipamerkan merasa bangga dan semakin bersemangat untuk terus berkarya dengan baik.

Adapun bagi siswa-siswi lain yang karyanya belum dipamerkan, pameran seperti ini akan menggugah hatinya untuk bisa berkarya dengan baik seperti contoh-contoh yang dipamerkan tersebut.

 




--------------------

Lomba, pameran, dan hadiah-hadiah yang penuh dengan suasana kebersamaan ini tentu membuat siswa-siswi yang masih remaja menjadi gembira dan merasa asyik di sekolah

Dan, pada gilirannya kegembiraan dan ke-asyik-an itu akan meningkatkan kreativitas siswa-siswi, bukan hanya dalam berkegiatan seperti ini, tetapi juga dalam proses belajar. Sebab, bagi mereka ini sekolah memang sudah menjadi tempat yang mengasyikkan, untuk belajar, juga berkegiatan dan bersosialisasi dengan teman sebaya.
   


--------------------

Nah, kalau anak sudah merasa bahwa sekolah adalah tempat yang mengasyikkan untuk belajar dan berkegiatan serta bersosialisasi dengan teman sebayanya (di bawah bimbingan para Guru), bagaimana dengan situasi dan kondisi di rumah ?

Sebab anak tidak sehari - semalam selalu ada di sekolah. 

Sebab anak juga belajar, berkegiatan, dan bersosialisasi di rumah. Adalah merupakan tanggung jawab kita para orang tua supaya keasyikan yang bermanfaat itu juga didapatkan oleh anak ketika  berada di rumah.

--------------------

Selamat menemani anak.

Selamat menjaga supaya keasyikan belajar, bermain, dan bersosialisasi juga didapatkan oleh anak di rumah, dengan ditemani oleh kita para orang tuanya.

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".

-----o0o-----






















Sabtu, 23 Juni 2012

MENGAMATI LINGKUNGAN = PRAKTIKUM MANDIRI = MENYENANGKAN + BERMANFAAT

Mengamati lingkungan sekitar merupakan awal dari pola pikir ilmiah. Anak yang sudah pernah melakukan Praktikum Mandiri akan secara otomatis merasa tertarik untuk mengamati apa saja di lingkungan sekitarnya, dan memikirkannya "lebih mendalam dari orang lain", sehingga memiliki pemikiran dan pemahaman yang lebih berkembang. 
Foto ini dibuat oleh seorang anak yang merasa tertarik dengan tingkah laku anak kucing di rumahnya. Orang tuanya tidak tahu-menahu tentang kegiatan memotret ini.
 
----------
 
Terima kasih kepada Psikolog Probowatie Tjondronegoro dari Rumah Sakit Elizabeth Semarang yang memberikan atensi atas tulisan pada blog ini edisi 22 Juni 2012. 
 
Psikolog Probowatie men-sharing-kan pengalaman beliau bahwa kepada anak-anaknya dan juga kepada para mahasiswanya selalu diingatkan bahwa membaca buku pelajaran itu sama dengan mambaca buku komik. Yang penting harus ada rasa senang, harus ada rasa suka, jadi selalu dibawa dan dibaca berulang-ulang. Tidak usah (dipaksakan) untuk dihafalkan. Kalau sudah dilandasi dengan rasa senang, kalau sudah dilandasi dengan rasa suka, dan karena itu dibaca berulang-ulang, maka tidak usah dihafalkan juga akhirnya hafal dengan sendirinya.
 
Semoga sharing dari Psikolog Probowatie Tjondronegoro ini bermanfaat bagi kita semua. 
 
--------------------
 
Beberapa pembaca blog ini mengirimkan pesan kepada saya lewat SMS di 085 741 6400 99. Intinya, minta supaya ada tulisan tentang mengisi kegiatan liburan sekolah. Saya mengucapkan terima kasih atas atensi yang diberikan.
 
Memenuhi pesan dari para pembaca yang terhormat, kali ini saya akan menuliskan tentang menemani anak mengembangkan pola pikir ilmiah lewat praktikum mandiri yang menyenangkan. 
 
Yang namanya praktikum itu tidak harus dengan zat berbahaya, tidak harus di laboratorium. 

Yang namanya praktikum itu adalah melakukan pengamatan yang dilakukan secara teratur dan berulang. Jadi sudah direncanakan kegiatannya, bukan cuma kebetulan atau iseng-iseng saja.
 
Nah, pengamatan seperti ini dapat dilakukan dengan mudah dan menyenangkan menggunakan kamera digital. Foto-foto yang dihasilkan kemudian di-print dan dijilid disertai dengan uraian kalimat yang menjelaskan tentang tanggal berapa penelitian ini dilakukan, apa saja yang dilakukan selama penelitian ini, dan apa hasil yang didapat. 
 
Anak akan merasa senang, bahkan takjub dengan foto-foto hasil penelitian mandiri seperti ini. Tentu saja, peranan ork ang tua sangat penting dalam menemani dan memberikan bantuan seperlunya.
 
--------------------
 
"Bukankah gambar atau foto seperti ini juga sudah ada di buku-buku pelajaran sekolah ?" 
 
Barangkali di dalam hati kita muncul pertanyaan seperti ini.
 
"Lalu, apa gunanya repot-repot melakukan penelitian ilmiah sendiri ?"
 
Melakukan penelitian ilmiah secara mandiri (bukan karena disuruh oleh sekolah) membuat anak memiliki kemampuan konseptual dan kemampuan teknis. Hal ini tidak akan didapatkan anak kalau anak sekedar menghafalkan gambar / foto di buku pelajaran. Selain itu, anak juga menjadi pribadi yang produktif dengan membuat / menghasilkan foto-foto sendiri, bukan menjadi pribadi yang konsumtif yang hanya menerima dan menghafalkan foto-foto dari buku pelajaran.
 
Ketika anak melakukan penelitian tentang pertumbuhan kecambah taoge misalnya, anak sudah mengembangkan kemampuan konseptual dengan membuat disain penelitian. Misalnya : "Saya akan melihat apa bedanya pertumbuhan kecambah taoge di media kapas yang disiram air, dengan pertumbuhan kecambah taoge di media pupuk kandang yang disiram air setiap". 
 
Setelah itu, anak juga mengembangkan kemampuan teknis. Anak harus memilih dan mengadakan wadah apa sehingga mudah untuk diamati / difoto perkembangan akarnya. Dalam hal ini dipilih gelas plastik bekas wadah air minum mineral.
 
Anak juga harus berpikir, alat apa yang digunakan untuk menyirami media dengan air. Dalam hal ini dipilih alat suntik yang jarumnya dilepas. Alat suntik dipilih karena bisa mengeluarkan air sedikit-sedikit, sehingga tidak merusak pertumbuhan akar, batang, dan daun dari kecambah taoge yang diteliti.
 
Anak juga harus berpikir, kapan harus disirami air dan berapa banyak. Ini semua mengasah kemampuan berpikir teknis anak, karena di buku pelajaran tidak dituliskan hal-hal teknis seperti ini. 
 
Anak juga belajar untuk disiplin. Setiap pagi harus menyirami dengan air. Setiap pagi dan sore harus mengamati dan memotret dengan kamera digital. Bahkan anak juga harus mencari akal untuk memotret dari sudut pandang mana saja sehingga foto yang dihasilkan memberikan gambar yang jelas. Anak berlatih untuk "tidak asal kerja", "tidak asal memotret", tetapi "melakukan yang terbaik".
 
Selain itu, anak juga melatih diri untuk menghargai waktu. Dengan melakukan praktikum mandiri seperti ini, anak mendapatkan pengalaman bahwa ketika waktu berlalu, kecambah taoge selalu tumbuh dan karena itu berubah. Kalau anak melepaskan momen baik ini, misalnya dengan kelupaan memotret pada hari tertentu, maka kondisi yang terlewatkan itu tidak akan dapat diulang lagi. Karena semuanya selalu berjalan seiring waktu. 
 
--------------------
 
Meskipun biasanya anak yang memotret kegiatan penelitiannya, orang tua juga dapat menemani anak dengan memotret anak bersama unit-unit penelitiannya. Ini akan membuat anak memiliki kenangan indah sekaligus bangga pada penelitian ilmiahnya.

Dalam penelitian mandiri, anak bebas melakukan penelitiannya sendiri (karena bukan merupakan tugas sekolah). Peranan orang tua dalam menemani anak sangat perlu, misalnya dalam hal memotret pertumbuhan kecambah taoge ini. Dengan demikian anak memiliki kemampuan konseptual dan kemampuan teknis tentang bagaimana caranya memotret (sebagai kegiatan mengumpulkan data penelitian).
Foto di atas diambil pada tanggal 19 Agustus 2007 (malam hari).


Anak harus mendisiplinkan diri dalam melakukan penelitian mandiri. Selain harus menyirami dengan air setiap pagi, juga harus melakukan pencatatan tentang pertumbuhan kecambah taoge, dan melakukan pemotretan.
Foto di atas diambil pada tanggal 21 Agustus 2007 pagi hari. Sedangkan foto di bawah diambil pada tanggal 21 Agustus 2007 malam hari.
(Catatan : foto-foto ini bukan berasal dari satu unit penelitian / perlakuan yang sama. Foto ini hanya sekedar contoh tentang foto-foto yang dilakukan dalam penelitian mandiri).





--------------------

Pada awalnya, anak memang perlu didukung dan ditemani untuk melakukan penelitian mandiri. Untuk mengamati lingkungan sekitar. Untuk mendokumentasikannya. Kemudian untuk mengolahnya. Entah dalam bentuk tulisan (misalnya jadi bahan cerita pendek) atau untuk didiskusikan dengan orang tuanya.

Yang jelas, anak sudah tahu bahwa belajar itu bisa juga dari lingkungan (dengan pengamatan dan mendokumentasikan gambar / memfoto), dan tidak semata-mata dari menghafal buku pelajaran. Ketika anak sudah dapat merasakan ini, maka belajar menjadi lebih menyenangkan karena secara nyata ada kaitannya / manfaatnya dengan kehidupan sehari-hari.  

 
 Anak yang terbiasa untuk mengamati dan berpikir ilmiah akan melihat tingkah laku anak kucing dari "sudut pandang berbeda". Semua orang memang tertarik dengan tingkah laku anak kucing yang lucu. Tetapi anak yang biasa mendokumentasikan / memfoto lingkungan sekitar akan memotret tingkah laku anak kucing, dan kemudian membaca-baca buku tentang tahap=tahap perkembangan mamalia. Dengan orang tuanya anak ini akan berdiskusi tentang anak kucing yang gemar bermain (kegiatannya cuma bermain sepanjang hari), dan orang tuanya bisa memberikan tambahan pengetahuan (secara santai, sambil ngobrol-ngobrol) tentang sifat hereditas (sifat yang diturunkan) pada makhluk hidup. Dari sini, orang tua bisa mengajak anak belajar tentang Biologi tanpa harus menghafal dari buku. Sambil ngobrol, bisa juga membuka internet untuk mencari bahan obrolan yang terkait dengan anak kucing, sifat menurun pada makhluk hidup, atau biologi pada umumnya.





 


 


Anak bahkan bisa saja memotret hal-hal yang tidak lazim, tetapi memang ini merupakan bagian dari proses belajarnya. Orang tua harus bisa menghargai ini, karena bagaimanapun ini adalah proses belajar yang aktif dan kreatif. 
Foto-foto di bawah ini diambil oleh anak secara mandiri (tidak didampingi orang tua). Ini adalah foto-foto tentang "bagaimana siput berjalan". 
Unik dan menarik.
 







--------------------

Selamat menemani anak.
Selamat mendukung anak untuk mengisi liburan sekolah dengan hal-hal yang kreatif, produktif, bermanfaat.
Selamat menemani anak untuk belajar dari lingkungan secara menyenangkan dengan praktikum mandiri.

"Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".

-----o0o-----

  • Foto-foto oleh B. Agatha Adi K. Kecuali foto tentang Agatha dan unit penelitiannya oleh Constantinus.
  • Tulisan oleh Constantinus. Ditulis berdasarkan pengalaman nyata.
  • Constantinus adalah Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Indonesia nomor 03-12C-0922. Sarjana Ilmu Alam dan juga Sarjana Ilmu Sosial (selain menjadi Sarjana Psikologi). Menjadi Guru Les Matematika dan IPA sejak tahun 1989 (setelah lulus dari Jurusan Fisika SMA Kolese Loyola).