Selasa, 15 Mei 2012

MALAM BUDAYA KOLESE LOYOLA : Contoh Ajang Seni Kreatif

Bruder Kepala SMA Kolese Loyola sedang memberikan sambutan

"Pendidikan memperhatikan tidak hanya bidang akademik, tetapi juga seni dan budaya," demikian dikatakan Kepala SMA Kolese Loyola Semarang, Bruder Yustinus Triyono, SJ, M.Sc pada Malam Budaya SMA Kolese Loyola yang diadakan di Hotel Horison Semarang, Senin 14 Mei 2012 mulai pukul 18.00 sampai 21.30 WIB.

Acara yang mengangkat judul "The Sound of Music" ini juga dihadiri oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Bapak Haji Bunyamin, yang membacakan Sambutan Tertulis dari Wakil Walikota Semarang Hendrar P., SE, MM. 

Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang sedang membacakan 
Sambutan Tertulis dari Wakil Walikota Semarang

Wakil Walikota Semarang dalam Sambutan Tertulisnya mengatakan bahwa seni budaya memiliki peran yang penting dalam membentuk jati diri bangsa. Lebih lanjut Wakil Walikota Semarang juga mengatakan bahwa pendidikan seharusnya bukan saja mengembangkan olah pikir. Pendidikan seharusnya juga mengembangkan olah raga, olah rasa, dan olah hati. Dengan demikian pendidikan mampu mewujudkan masyarakat yang berkualitas, yang mampu bersaing dengan bangsa lain.

 Tari "Moonlight" yang diciptakan dan dimainkan sendiri oleh Olive, 
siswi SMA Kolese Loyola

Acara yang dibuka dengan trio permainan gitar - biola - piano ini, dihadiri oleh ratusan pengunjung (Tamu Undangan, Romo, Guru, Orang Tua Murid, Keluarga Eks Kolese Loyola, dan Siswa-Siswi Kolese Loyola) yang menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Seluruh pengunjung berdiri ketika menyanyikan lagu ini, dengan diiringi Gamelan Soepra. 

Di bagian awal, kegiatan Malam Budaya ini menampilkan dua tarian, yaitu Tari "Melati" dan Tari "Moonlight". Tari "Moonlight" diciptakan dan dimainkan sendiri oleh Olive, siswi SMA Kolese Loyola.

 Tari "Melati" dimainkan oleh siswi SMA Kolese Loyola sebagai perwujudan 
menjunjung tinggi budaya tradisional di tengah arus modernisasi

Tokoh "Maria" dalam opera "The Sound of Music" sedang berakting di atas panggung.
Pada latar belakang adalah sebagian kecil dari para pemain 
Gamelan (Modern) Soepra.

Dan sebagai puncak acara Malam Budaya, dipentaskan opera "Sound of Music" yang penuh dengan nyanyian. Seluruh nyanyian dan dialog dilakukan dalam Bahasa Inggris yang sangat fasih oleh para pemainnya.

Tokoh "Maria" dan "Kapten von Trapp" di atas panggung, sedang berakting saling memadu kasih. Ini adalah bagian akhir opera "The Sound of Music" 
yang berakhir bahagia.

Band Akustik SMA Kolese Loyola sedang beraksi.

Masih Band Akustik in action.

Band Akustik in action lagi.

Para MC sedang beraksi di panggung.

Jadi, apa yang bisa dipelajari dari pentas Malam Budaya ini ? Ini adalah kerja bersama. Ini adalah hasil dari sebuah kebersamaan. Dalam kreativitas. Bukan hanya yang tampil di panggung dan tersorot oleh lampu (sehingga bisa dipotret). Tetapi juga yang tampil dalam gelap, yang tampil pada saat lampu dimatikan (sehingga tidak bisa dipotret). Mereka ini adalah bagian properti, yang sibuk dengan kegiatan angkat & angkut segala macam perlengkapan setting panggung : meja, kursi, tempat tidur, dan sejenisnya. Tanpa mereka ini, pentas tidak berjalan lancar. 

Ada juga tim kreatif  "Moment Hunter". Yang pekerjaannya mengabadikan segala persiapan pentas. Termasuk latihan-latihan yang telah dilakukan tanpa kenal lelah. Dokumentasi oleh para "Moment Hunter" ini ditampilkan pada dua layar putih besar di kiri dan kanan panggung. Dari sini terlihat bahwa pementasan seni dalam Malam Budaya ini bukan pekerjaan instan. Ini adalah proses. Harus ulet. Dan tetap kreatif.

Dua layar putih di kiri dan kanan panggung, selain digunakan untuk menampilkan hasil foto dan video "Moment Hunter", juga digunakan untuk menampilkan gambar-gambar yang melukiskan suasana rumah, ruangan, dan sebagainya, yang menjadi setting dari cerita yang sedang dipentaskan di panggung. Mirip dengan lukisan latar belakang yang dapat digulung dalam pentas Kethoprak. Tetapi ini digital. Jadi lebih variatif. Lebih kreatif.

Apakah semuanya sempurna ? Tentu saja tidak. Ada mikrofon yang kadang mendengung. Kadang juga tidak bunyi. Kadang dua buah layar putih di kiri dan kanan panggung, yang digunakan untuk menampilkan gambar multimedia juga menampilkan tulisan "off line" (ada gangguan teknis). Ini hanya sedikit kekurangan saja. Sangat sedikit. Jadi wajar saja.

Tetapi jangan lupa. Mereka bukanlah artis profesional. Mereka adalah anak SMA. Jadi, untuk ukuran anak SMA, ini sungguh luar biasa ! 

Tentu saja, ini semua berkat adanya dukungan dan pendampingan segenap Guru dan juga orang tua. Sekali lagi terbukti, kreativitas memang perlu dukungan orang tua. Perlu orang tua yang setia menemani. Termasuk, untuk meluangkan waktu demi menonton pentas seni seperti ini.

Selamat menemani anak. "Menemani Anak = Mencerdaskan Bangsa".

-----o0o-----


  • Tulisan dan foto-foto dibuat oleh Constantinus dari Tim Holistic Parenting. 
  • Tinus adalah murid SMA Kolese Loyola tahun 1986 - 1989. Wakil Ketua Dewan Keluarga Kolese Loyola 1987 - 1988. Dulu aktif di kegiatan ekstra kurikuler "Kelas Teater" dan kegiatan hobi "Teater Apiloco" SMA Kolese Loyola.
  • Salam hormat buat seluruh Romo, Guru, dan Karyawan SMA Kolese Loyola.
  • Salam kangen buat seluruh KEKL, terutama periode 1986 - 1989.